Langsung ke konten utama

Membincang Film? (#30HariMenulis2015 #days1)

Ini adalah hari pertama di bulan Juni. Bertepatan dengan hari pertama dimulainya tulisan yang diikutkan dalam acara #30HariMenulis di bulan Juni. Jujur, saya tidak tahu banyak tentang awal bisa munculnya kegiatan #30HariMenulis, terlebih siapa yang pertama kali mencetuskan ide ini. tapi, pertama kali diceritakan oleh seorang teman yang saya kenal di organisasi kepenulisan, saya langsung tertarik dan minta ikut serta di dalamnya. Apapun itu, saya berharap dengan keikutsertaan dalam event ini bisa membentuk habbits baru bagi saya, yaitu menulis. Kesannya kan keren kalau punya kebiasaan menulis, iya enggak? Hehe..

Baiklah, kita mulai menulis hari ini dengan mematuhi tema yang sudah dibuat dan disepakati. Awalnya sih kalau boleh nulis bebas, saya akan memulai #30HariMenulis ini dengan menuliskan hal-hal yang berbau introduce. Kan orang bilang kalau tak kenal maka ta’aruf. Tapi berhubung tema di hari pertama bukan tentang kenalan, memperkenalkan, dan semacamnya, jadi bagi yang belum tahu siapa saya bisa dilihat di about me. Akakakakkkk :D

Tema hari ke-1: Apa yang membuatmu menyukai film?

Percaya tidak? Di hari pertama, saya hampir mundur dari #30HariMenulis. Kenapa? Karena hal yang sederhana. Yaitu pertanyaan dari tema di atas.

Apa pasal? Soalnya saya tidak suka nonton film. Dalam artian tidak menjadikan nonton film sebagai hobi atau sampai saya mampu mengatakan hal yang sama seperti “Saya suka baca dan nulis”, atau “Saya suka teh dan kopi”. Hal yang sederhana, kan? Bagaimana kalau pertanyaannya dimulai dengan “Apakah kamu menyukai film?” dengan mudah saya akan menjawab, “Tidak” dan tulisan selesai sampai di situ XD (Langsung dilempar sendal jepit :P)

Hm...tapi ada satu film, yang ketika merebak rumor kalau akan ada sekuelnya, saya langsung antusias. Padahal film pertamanya, saya tonton pada saat saya masih duduk di bangku SD.
Filmnya tentang cinta, picisan barangkali orang menilainya. Tapi karena saya suka puisi. Suka sastra. Suka yang berbau romantis. Saya langsung siap sedia pena dan pasang telinga tajam-tajam, demi menuliskan beberapa kalimat yang menurut saya ‘aduh’ banget di film yang ternyata durasinya hanya 14 menit saja.

Berikut, beberapa kalimat yang dituturkan oleh dua tokoh utama di film tersebut.

Jadi beda satu purnama di New York dan di Jakarta?
 

Dan ending poem yang manis pake banget,

Detik tidak pernah melangkah mundur
Tapi kertas putih itu selalu ada
Waktu tidak pernah berjalan mundur
Dan hari tidak pernah terulang
Tetapi, pagi selalu menwarkan cerita yang baru
Untuk semua pertanyaan yang belum sempat terjawab.


Hm...kamu tahu kan film apa yang saya maksud?
Yup, A2DC atau Ada Apa Dengan Cinta mini drama version.
Selain A2DC, ada juga film-film lainnya yang membuat saya terkesan usai menontonnya. Tapi kembali lagi, karena saya tidak menjadikan menonton film sebagai hobi, biasanya setelah nonton ya sudah gitu aja. Lebih dari itu, film-film kartun masa kecil seprti Doraemon, Teko Ajaib, Chibi Maruko chan, Kobo chan, Samurai x, dan seabreg kartun yang menghiasi TV tahun 90-an, menempati posisi yang lumayan baik sampai sekarang, tak lebih sebagai nostalgia masa lalu. sesekali di kala luang, iseng buka youtube dan kembali mengenang masa lalu dengan menonton kartun-kartun tersebut.Hehe..

Tulisan di hari pertama cukup lah ya.. :D

Komentar

  1. Coba cara baru deh teh Na,, kalo kata garin nugroho mah membacaa film cenah... Cermati script, scene, dan lain sebagainya... Ya seperti membaca dan membantai suatu karya tulis... Membaca film juga menyenangkan... *sedang berusaha membuat penulis menyukai nonton walau di karawang belum jadi bioskop nya... KT? Gak masuk anggapan bioskop ah hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa dicoba tipsnya kang Tamz.
      haduuuuh iya, Karawang mah bioskopnya udah mengkhawatirkan :P
      nonton di KT bawaannya pengen ngelapin layarnya :P akakkkkk

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Oleh-Oleh di Singapura, Ini yang Bisa Kamu Bawa Pulang ke Indonesia

Salah satu hal yang identik dengan liburan adalah oleh-oleh. Meski bukan hal yang wajib, tapi kalau kata orang sunda mah oleh-oleh  sokan jadi arep-arepeun   nu di imah (jadi hal yang ditunggu-tunggu orang rumah)   dan   rasanya sayang kalau tidak membawa oleh-oleh khas dari suatu negara seperti Singapura. T-shirt I Love Singapure Sumber gambar: bacaterus.com Bingung mau bawa apa dari Singapura? Gantungan kunci atau t-shirt rasanya sudah biasa! Beberapa pilihan berikut ini mungkin bisa jadi ide berburu oleh-oleh nanti. Sumber: singaporetales.co.uk Keramik Yang satu ini oleh-oleh untuk diri sendiri, bisa dipajang di rumah sebagai tanda sudah pernah pergi ke Singapura . Keramik di Singapura sudah lama terkenal dengan kualitasnya yang bagus, dengan motif yang paling banyak dicari adalah gambar Merlion yang menjadi simbol Singapura. Bak Kwa (sumber: detik.com) Bak Kwa Makanan ini sejenis dendeng daging, dengan rasa yang unik dan pastinya lezat. Da...

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba...

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...