Langsung ke konten utama

Ketika Adik Susah Dibangunkan Sahur

Hari terakhir di bulan Sya’ban menghadirkan hiruk-pikuk yang khas di rumah kami. Mulai dari mamah yang sibuk menyiapkan mukena untuk tarawih nanti malam, memasak ayam potong kiriman teteh, sampai dengan agenda ‘jalan’ dengan tetangga untuk melakukan ziarah ke makam keluarga. Sedangkan saya sibuk bebenah rumah, terutama kamar yang seminggu terakhir ini dibiarkan berantakan karena kesibukan mengisi raport, lantas memasang jadwal imsyakiyah di pintu kulkas. Yang tak bergeming dengan kesibukan adalah adik bungsu saya yang masih duduk di bangku kelas tujuh. Di hari pertamanya liburan panjang, nonton tv masih menjadi pilihan favoritnya. Beranjak hanya ketika disuruh makan atau shalat. Selebihnya kembali menekuni benda kotak ajaib itu sampai Aa-nya pulang kerja dan mengambil alih kendali remot tv. Klik. Layar gelap. Lantas perhatiannya beralih ke laptop atau MP3 di HP. Ckckck...kerjaan ABG gak ada yang lebih penting apa ya? :D

 Mengingat masih banyak kebiasaan kurang baik adik bungsu saya tersebut, akhirnya saya memilih untuk berbicara lebih serius dengannya.
“Isukan, bade diugahkeun sahur dengan cara naon?” tanya saya.
“Hm.. diguyur!” dia menanggapi dengan bercanda.
“Bener, nya! Isukan ku teteh di guyur kamuh!” saya balik nantangin. Dia hanya nyengir.

Bukan tanpa alasan, Ramadhan tahun lalu, sahur adalah waktu yang menguras tenaga dan pikiran. Mamah, saya, dan adik pertama saya sibuk mencari cara yang lebih efektif untuk membangunkan sahur adik bungsu saya tersebut yang masih suka ngambek.
Ada beberapa jurus yang keluarga kami terapkan untuk membangunkan sahur si adik.
Yang pertama, memberikan pemahaman yang baik. Biasanya ini diberikan di awal-awal sebelum Ramadhan. Tentang kewajiban puasa dan pentingnya sahur, sampai-sampai Rasulullah menjadikannya sebagai amalan yang hukumnya sunnah. Tentu dengan bahasa yang ringan dan tidak terkesan menggurui. Memaklumi usia ABG adalah masa dimana akan lebih mudah didekati jika kita memerlakukannya sebagai teman.
Cara kedua, bertanya padanya mau dibangunkan sahur dengan cara apa? Apa cukup dengan mengetuk pintu kamar, dibelai sayang, atau dengan cara ekstrim, misalnya diguyur atau menaruh jam beker di telinganya.
Ketiga, menyusun menu sahur yang membuat dia berselera dan gegas untuk bangun. Biasanya saya memberi tahu dia menu sahur untuk besok. Dengan sedikit mengancam bilang ke dia, “Besok kalau ada yang susah dibangunin sahur, maka gak akan kebagian ....”
Keempat, tidak membiarkannya tidur larut. Biasanya anak-anak seumuran itu menjadikan waktu setelah berbuka sampai usai tarawih dengan kumpul-kumpul bareng dengan kawan-kawannya atau melanjutkan menonton tv. Beri batasan, jangan terlalu memberi kebebasan.
Yang kelima, bila telah kehabisan akal membangunkannya, maka saya menugaskan orang rumah yang paling dia takutin. Dalam hal ini Aa-nya (adik saya yang pertama) adalah orang yang paling pas untuk melakukannya.
Besar harapan saya, kesulitan membangunkan sahur tahun lalu tidak terulang lagi di Ramadhan kali ini. Mengingat usia adik saya sudah beranjak baligh.
Sekian cerita menjelang Ramadhan di rumah saya. Siapa tahu tips di atas bisa teman-teman terapkan pada keluarganya. Atau barangkali ada yang mau berbagi tips lain yang lebih efektif? Saya tunggu komentarnya ya... :D hehe..
Huaaaa... udah sore aja ini, selamat menyambut Ramadhan ya...:D
Mohon maaf jika ada ucap, tingkah polah saya yang menyakiti hati kawan-kawan semua.
Semoga Ramadhan kali bisa mengantarkan kita menjadi pribadi yang beruntung dengan meneguk segala keistimewaan yang Allah berikan pada bulan penuh berkah ini. aamiin..

Komentar

  1. Q udah coba semua cara tsb kecuali no.4

    Tp biasanya Q mebangunkan ade-ade Q tuh diakhir waktu sahur tuk memberikan wktu mreka tidur lbh lama, & biasanya jg Q bilang klu waktu imsyak sebentar lagi dari situ mereak pasti bergegas bangun & makan karena ga mau keduluan imsyak.
    Klu keduluan imsyak yga ada malah ga makan & puasanya ga fit.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Oleh-Oleh di Singapura, Ini yang Bisa Kamu Bawa Pulang ke Indonesia

Salah satu hal yang identik dengan liburan adalah oleh-oleh. Meski bukan hal yang wajib, tapi kalau kata orang sunda mah oleh-oleh  sokan jadi arep-arepeun   nu di imah (jadi hal yang ditunggu-tunggu orang rumah)   dan   rasanya sayang kalau tidak membawa oleh-oleh khas dari suatu negara seperti Singapura. T-shirt I Love Singapure Sumber gambar: bacaterus.com Bingung mau bawa apa dari Singapura? Gantungan kunci atau t-shirt rasanya sudah biasa! Beberapa pilihan berikut ini mungkin bisa jadi ide berburu oleh-oleh nanti. Sumber: singaporetales.co.uk Keramik Yang satu ini oleh-oleh untuk diri sendiri, bisa dipajang di rumah sebagai tanda sudah pernah pergi ke Singapura . Keramik di Singapura sudah lama terkenal dengan kualitasnya yang bagus, dengan motif yang paling banyak dicari adalah gambar Merlion yang menjadi simbol Singapura. Bak Kwa (sumber: detik.com) Bak Kwa Makanan ini sejenis dendeng daging, dengan rasa yang unik dan pastinya lezat. Da...

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba...

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...