Langsung ke konten utama

Ibu Rumah Tangga dan Teror Sampah

Sampah. Sampai detik ini, satu kata itu masih jadi momok bagi saya. Ya, semengerikan itu! Pernah gak sih ngerasain hati kayak diremas-remas waktu lihat orang lempar botol minuman ke jalan dari dalam angkot yang lagi jalan? Atau lihat orang yang dengan santai buang segembolan plastik berisi entah ke sungai?

Foto by pinterest

Dan saya, sebagai ibu dengan bayi 18 bulan, juga ngerasa bersalah banget karena udah nyumbang banyak sampah popok sekali pakai. Sebersalah saat menyaksikan orang buang sampah sembarangan. Gak kebayang betapa mengerikannya nasib bumi di masa depan.

Loh, kenapa gak pake clodi? Udah, tapi gak tiap hari dipakeinnya. Jarang-jarang. Apalagi pas musim hujan kayak sekarang. Tahu kan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan insert clodi tanpa mesin pengering?! Ujung-ujungnya diapers tetap jadi pilihan utama.

Sebetulnya kegelisahan saya tentang sampah awalnya bukan karena sadar lingkungan, bukan. Berawal dari beberapa bulan lalu, waktu saya masih tinggal bareng orang tua. Entah kenapa petugas kebersihan di daerah tempat tinggal saya itu selalu bermasalah. Seminggu lebih sampah gak diangkut. Kebayang kan segimana banyaknya. Malahan sudah mulai melahirkan makhluk hidup baru yang u know what lah ya. Geli geli ngeri wkwkwk. Dari situ saya mulai mikir, ternyata saya udah nyumbang sampah sekian banyak. Gak kerasa kan kalau petugas kebersihan ngambilin tiap hari. Giliran ketumpuk seminggu aja udah kelihatan ngegunung. Duh, ampuni kami Rabb!

Sambil nunggu petugas kebersihan baru saya sempat curhat ke teteh soal sampah ini. Yaudah dibakar aja, teteh kasih solusi. Iyasih, tapi nyumbang polusi udara. Tapi gak ada pilihan lain. Akhirnya saya ikuti saran teteh, eh kan ujung-ujungnya tetangga ada yang komplen karena kebagian asapnya. Kena omel. Deg. Tiba-tiba ngerasa jadi orang jahat (padahal emang belum baik juga sih. Huhuhu). Kapok!

Akhir tahun lalu saya pindah rumah ke Depok. Ngontrak di rumah petak di pinggiran kota. Masalah pertama yang saya pikirkan setelah menempati rumah kontrakan apa lagi kalau bukan SAMPAH. Hahaha mereka telah meneror saya XD. Sebetulnya di daerah temat tinggal baru ini petugas kebersihannya rutin ngambilin sampah ke rumah-rumah. Hanya saja sebelumnya harus daftar dulu dan bayar iuran bulananya di muka. Masalahnya itu udah hampir seminggu ditungguin kok gak pernah pas-pasan sama abang-abang yang ngangkut sampah. Tapi akhirnya kami berjodoh kok, kita ketemu dan ngobrol-ngobrol sedikit hingga akirnya gembolan sampah berhasil dipersunting. Wkwkwkwk... Kok saya berasa jadi agak gila XD

Tapi ternyata teror soal sampah gak berhenti sampai di situ. Ceritanya seminggu pasca pindahan, suami ngajak pulang kampung ke Serang. Saat selesai mandiin Denji saya nanya ke adek ipar, buang sampah diapersnyadi mana? Dia bilang lemparin aja teh ke balik tembok belakang rumah. Saya pikir dia bercanda, tapi ini serius pake dipraktekin cara ngelemparnya. Jadi tinggi temboknya itu kira-kira 2.5 meter. Dan di balik tembok rumah mertua saya itu kebon punya orang lain. Mungkin kebonnya terbengkalai dan yang empunya jarang ngontrol. Kebayang gak sih apa yang ada di balik tembok itu? Saya nanya gitu karena kalau dari rumah mertua saya itu gak ada akses langsung ke kebon tetangga itu. Dalam bayangan saya hanya tumpukan clodi bekas pakai keponakan saya yang sekarang umurnya udah dua tahun lebih. Horor terhoror dari yang paling horor!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...

Mengisi Waktu Luang dengan Belajar Bahasa Inggris

Ada banyak cara untuk menghabiskan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat, diantaranya bisa melakukan hobi, mengasah kemampuan, atau melakukan hal-hal yang belum pernah dicoba sebelumya. Jika kita beralasan malas keluar rumah untuk melakukan hal-hal tersebut, saat ini dengan kecanggihan teknologi kita dapat melakukannya secara online . Salah satunya adalah belajar bahasa Inggris online , hal ini bukan tidak mungkin untuk dilakukan.  Belajar bahasa Inggris online bisa dilakukan dengan otodidak ataupun dengan bantuan profesional seperti guru bahasa Inggris di tempat kursus. Kita bisa menganalisisnya terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan, jika dirasa memiliki biaya yang cukup dan juga waktu yang cukup untuk belajar sesuai jadwal yang ditentukan oleh tempat kursus, kita bisa memakai jasa tersebut untuk memperlancar kemampuan dalam berbahasa Inggris.  Jika kita memilih untuk belajar bahasa Inggris secara otodidak karena mempertimbangkan biaya yang cukup banyak akan...

Resensi Novel Rengganis Altitude 3088

Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Terbit: Agustus 2014, Cetakan Pertama Jumlah Halaman: 232 Hal ISBN: 978-602-1614-26-6 Cover Novel Rengganis Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur. Pandangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa. Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilang...