Langsung ke konten utama

The Puitic Cover of Novel Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Hujan Bulan Juni: Sapardi Djoko Damono)
Hm... pertama kali membaca puisi di atas, yang merupakan karya jagoan dari penulis yang memiliki aliran puisi puitis-romanitic—Sapardi Djoko Damono, seakan mewakili diri saya yang amat sangat sulit meningkahi  perasaan, bahkan hanya untuk meng-eja ‘rasa’ tersebut. #eeeaaaaa :P

Jadi, ceritanya bermula dari seorang teman facebook yang merupakan salah satu penikmat puisi-puisi Mbah Sapardi, menyapa saya pada statusnya di dunia maya. Hujan Bulan Juni mau di-novelkan, ujarnya. Benar saja. Tepat di bulan Juni 2015, novel tersebut diluncurkan ke pasar. Dan saya salah satu orang yang antusias untuk memilikinya. Singkat cerita satu bulan kemudian novel tersebut berhasil saya miliki. Saat itu sebetulnya saya tidak sengaja meluangkan waktu ke toko buku, kalau bukan karena tugas dosen yang mengharuskan saya membeli buku grammer pocket oxpord, buku ukuran mini yang harganya selangit. Di antara tumpukan buku di Gramedia Cijantunglah, saya menemukan satu buku yang covernya sungguh membuat saya...

Sampai hari ini, berarti sudah satu bulan saya memiliki novel Hujan Bulan Juni, namun saya belum juga merampungkan bacaannya. Bahkan, saya baru sekedar membolak-balik cover, beberapa halaman pertama, juga beberapa halaman terakhir dari buku tersebut. Bukan tanpa sebab, namun karena buku ini menempati antrian kesekian dari daftar buku yang harus saya baca, menemani judul-judul buku lainnya yang kadang saya baca secara rendem dari buku satu ke buku yang lain. Diantara buku-buku tersebut diantaranya adalah Api tauhid – Kang Abik, Rindu-nya Tere Liye, Akik dan Penghimpun Senja – Afifah Afra, dan beberapa buku anak yang akan saya resensi terlebih dahulu sebelum diturunkan ke taman baca KM.2 FLP Karawang, belum lagi beberapa buku tema sejarah dan pendidikan yang merupakan bahan kuliah.

Novel Hujan Bulan Juni memang belum saya rampungkan. Tapi percaya atau tidak, sesekali dikala jenuh dengan bacaan saya kala itu, saya akan mengambil buku ini. Bukan untuk dibaca. Tapi saya hanya perlu memerhatikan covernya saja, bagian depan dan belakangnya. Menyimak perpaduan warnanya, jenis huruf pada judul serta nama penulisnya, pun saya akan menyimak beberapa baris tulisan yang membentuk sebuah payung di bagian belakang cover buku tersebut. Bagi saya (yang bahkan belum merampungkan novel ini), judul buku di cover-nya terlihat sangat puitis. Entah jenis huruf apa yang digunakan, dengan efek tulisan luntur terkena tetesan air, sekali lagi saya bilang; sungguh puitis. Dengan melihat cover buku tersebut, seolah-olah saya sedang membaca beberapa bait puisi, dan saya berhasil menghayati puisi tersebut. Tanpa peduli, kapan akan megelarkan buku tersebut.

Ah..
Begitulah saya.

kita tak akan pernah bertemu

aku dalam dirimu
tiadakah pilihan
selain di situ?
kau terpencil dalam diriku 
(salah satu dari Tiga Sajak Kecil, hal:133)

Cover depan Novel Hujan Bulan Juni, "The Puitic Cover"

Komentar

  1. Juni pun tak kunjung hujan
    Agustus terbakar di sebagian kerinci, ciremai dan merbabu
    Jikakah Juni telah lupa pada kodratnya
    Atau kodrat yang memang memaksanya berubah

    BalasHapus
    Balasan
    1. ih, baca komentmu jadi sedih haden :(
      hft...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba

Sambal Tempe Ayam Suwir SO GOOD, Variasi Menu Piring Gizi Seimbang

Para emak pasti setuju kalau aktifitas masak-memasak itu menguras empat hal ini: waktu, tenaga, materi, dan pikiran. Saya pribadi sebagai istri dan ibu baru merasakan banget, terlebih di awal-awal pernikahan dan sekarang ditambah punya bayi yang sudah diberi MPASI. Mencari resep baru dan mencobanya seakan menjadi rutinitas saya setiap hari, hal tersebut tentu bertujuan agar bisa mengefektifkan empat hal yang saya sebutkan di atas. Selain itu juga saya menekankan pada menu gizi seimbang supaya kebutuhan gizi saya dan keluarga tercukupi. Kalau dulu, sih, terkenalnya dengan istilah 4 sehat 5 sempurna, ya. Kalau sekarang diganti menjadi menu gizi seimbang. Dilansir dari Official Instagram So Good (3/3/2018), bahwa menu gizi seimbang terdiri dari 35% karbohidrat, 15% protein, dan 50% buah dan sayuran. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi utama, protein berperan penting untuk sistem di dalam tubuh, sedangkan buah dan sayur mengandung vitamin dan mineral sebagai nutris

Resensi Novel Rengganis Altitude 3088

Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Terbit: Agustus 2014, Cetakan Pertama Jumlah Halaman: 232 Hal ISBN: 978-602-1614-26-6 Cover Novel Rengganis Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur. Pandangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa. Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilangsung