Langsung ke konten utama

Surat ke-27

Buat kakak dan istrinya 

Kadang adikmu yang bandel ini menyesal sejadi-jadinya. Kenapa dulu tak mengambil tawaran baik (hingga akhirnya tahu bahwa itu bukan sebaik-baiknya tawaran. Hohoho labil mode on). Tapi aku masih memegang mimpi, aku namai dia dengan ‘Egyp yang lain’. Dengan pencapaian puncak piramid yang lain.
Seperti halnya kalian yang bertahan di antara belenggu di negeri orang. Aku harus lebih kuat menghadapi semuanya, dengan segala kegalauan yang bahkan hanya remeh temeh dunia dan kita sepakat menertawakannya, karena perihal ini adalah konyol. Sekonyol-konyolnya alasan yag membuat seorang Lina galau.
Seperti dugaan baik kalian. Aku tak akan mundur, meski dengan cara dan jalan yang lain. Berkarya dalam diam mungkin lebih baik. Meski suatu saat akan merindukan jamaah kebaikan. Merindukan mimpi-mimpi yang kubangun dengan susah payah ini. Aku akan berusaha menerima. Karena tugasku hanya taat, kan? Demi mimpi yang lebih tinggi, menjadi seorang yang dicemburui bidadari di syurga.
Namun asal kalian tahu, jika boleh memilih. Aku ingin dengan yang bisa membersamai langkah dalam jamaah kebaikan. Yang mengikhlaskan hati dan jalan hidupnya demi kebaikan. Tapi lagi-lagi, aku hanya perlu menjadi patuh. Itu saja :)

Oia, ini surat ke-27 :) angka spesial buatku.
Terakhir, sesekali cek email kakak. Aku kirim beberapa file artikel hasil tulisan selama 2015. Tak 
banyak memang, tapi klipingan koran dan upah tinta yang barangkali tak seberapa itu, kadang buat adikmu sedikit boleh berbangga, sekaligus sebagai tanda pengabdiannya terhadap ilmu pengetahuan yang terseok-seok ia cintai (duh cinta lagi). Ini tahun terproduktif sepanjang sejarah (belajar) kepenulisan. Meski harus menanggung perihnya omelan editor-editor kece itu :D
Salam untuk salah satu tanah yang aku rindukan.
Salam peluk dan cium mba sayang.
Salam takzim buat kakak ganteng sedunia :P
Aku yang (tidak) didera rindu (lagi) :D *soalnya udah tau Obat Rindu

Agustus 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Oleh-Oleh di Singapura, Ini yang Bisa Kamu Bawa Pulang ke Indonesia

Salah satu hal yang identik dengan liburan adalah oleh-oleh. Meski bukan hal yang wajib, tapi kalau kata orang sunda mah oleh-oleh  sokan jadi arep-arepeun   nu di imah (jadi hal yang ditunggu-tunggu orang rumah)   dan   rasanya sayang kalau tidak membawa oleh-oleh khas dari suatu negara seperti Singapura. T-shirt I Love Singapure Sumber gambar: bacaterus.com Bingung mau bawa apa dari Singapura? Gantungan kunci atau t-shirt rasanya sudah biasa! Beberapa pilihan berikut ini mungkin bisa jadi ide berburu oleh-oleh nanti. Sumber: singaporetales.co.uk Keramik Yang satu ini oleh-oleh untuk diri sendiri, bisa dipajang di rumah sebagai tanda sudah pernah pergi ke Singapura . Keramik di Singapura sudah lama terkenal dengan kualitasnya yang bagus, dengan motif yang paling banyak dicari adalah gambar Merlion yang menjadi simbol Singapura. Bak Kwa (sumber: detik.com) Bak Kwa Makanan ini sejenis dendeng daging, dengan rasa yang unik dan pastinya lezat. Da...

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba...

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...