Lagi-lagi, dek.. bukan wanita rasanya jika
berhenti bercerita, tentang semua. Tentang yang dirasa, atau (mungkin) yang
dicinta.
Cikampek,
Hujan malam ini membersamai gerimis dari mataku
ketika membaca catatan darimu, tangis untuk kesekian kali setelah tangis
pertama yang kita pecahkan bersama seusai 'tugas' Ahad beberapa bulan lalu..
dan tangis kesekian pula yang tak mampu dibendung untuk sebuah kata yang kita
sebut sebagai; tegar.
Ada yang melampawi batas, sebuah judge dari ibuku
sekalipun -- beliau bilang aku wanita super, yang tak takut kemanapun
sendirian, yang tak gentar menghadapi ujian seberat apapun, yang tetap kuat
menanggung segala beban, tapi nyatanya aku takut KEHILANGAN.
Aku ingat betul pesan singkat yang engkau
kirimkan untukku, bahwa cinta tak akan pernah tersesat, sejauh manapun kita
melangkah. Dan kemarin, aku menyadari bahwa ia telah menemukannya. Menemukan
jalan yang benar. Menemukan cinta, yang bukan diriku..
Seseorang pernah berkata padaku, bahwa betapa
pemaafnya seorang wanita, sedalam apapun ia disakiti ia tetap memaafkan,
terlebih untuk orang yang dicintanya. Seperih apapun luka yang dirasa, ia tetap
memaafkan jika itu tentang orang yang dicintainya. Dan seberapa kali luka itu
ditoreh, ia akan tetap mampu memaafkan, tak perduli. Meskipun pada kenyataannya aku tak mampu
melakukannya dengan sempurna, tapi setulus hati ini terus mencoba..
Tapi kabar buruknya, wanita sulit MELUPAKAN. Ya, dan aku merasakannya..
Kemarin, dek.. degup jantung ini melaju melebihi
normal. Ada kabar lain di balik bahagianya, ada sisi di mana aku menjadi
selembar daun yang jatuh, aku ingin terbaring di rumput tempatku terjatuh barang
sesaat, memandanginya lekat, sampai satu titik di mana aku melihat senyum bahagianya*.
Dan betapa aku sadar, di antara kita – aku dan
dia tengah saling melukai, saling menyakiti. Sempat ada sesal, mengapa aku tak
memakai caramu, mendoakannya dalam sujudku saja. Tak perlu mencoba untuk tegar,
memasang wajah seceria mungkin -- yang sama sekali tak disambut ‘ramah’ dari sorot
matanya. Aku tetap memilih untuk MENCOBA tegar, sedangkan aku tak mampu
memaksanya untuk melakukan hal yang sama. Tak pernah mampu..
Ada banyak perasaan yang tak sanggup aku tuliskan, tapi satu hal yang mesti kamu tahu, dek.. semenjak hari itu, kepalaku terasa lebih ringan dari biasanya. Barangkali di sana, di antara lautan doa para undangan yang hadir mengucap barakallah, berguguranlah setiap beban yang kemudian berbuah IKHLAS di hatiku, manis...manis sekali :)
wallahuallam
HATIKU SELEMBAR DAUN
hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak, Sapardi Djoko Damono
1982.
Kumpulan Sajak, Sapardi Djoko Damono
1982.
* surat balasan dari hatiku, yang sulit jatuh cinta dan sulit melupakan cinta
untuk adik bungsu yang rela meminjamkan bahu untuk bersandar, dan menyadarkan bahwa masih ada kening untuk bersujud ;)
Cikampek,
di penghujung tahun 2013
Komentar
Posting Komentar