Langsung ke konten utama

[Catatan Persalinan] Mengapa Harus Induksi?

Persalinan normal dan tanpa masalah, tentu menjadi idaman para wanita di dunia ini. Segala macam cara dilakukan, mulai dari menjaga pola makan, istirahat yang cukup, pemenuhan nutrisi, dll, dilakukan sebelum persalinan tersebut. Tak terkecuali bagi saya, saya berpatokan kepada mamah yang melahirkan kelima anaknya dengan normal. Namun harapan itu kandas saat kehamilan saya sudah melewati 40 minggu tetapi tanda-tanda akan melahirkan belum juga datang. Bayi dalam kandungan saya sudah melewati usia kehamilan yang seharusnya. Ketika medis menyatakan saya harus mengeluarkan bayi sesegera mungkin, dan induksi menjadi salah satu pilihannya. Namun hati kecil saya masih tak percaya, mengapa harus induksi? Tak bisakah menunggu sebentar saja sampai saya merasakan mulas dan menjalani persalinan tanpa bantuan obat rangsangan tersebut? Meskipun dengan induksi saya masih bisa melahirkan normal (pervaginaan), bukan operasi.

Baca juga: Welcome, Den Junior!

Cek kandungan
Sepulang dari bidan pas cek up terakhir kehamilan, menjadi salah satu momen paling mellow dalam cerita kehamilan pertama saya. Saat itu HPL udah lewat 6 hari, bidan menganjurkan saya untuk USG dan periksa ke dokter kandungan. Dengan segala nasihatnya,  bagi saya omongan bidan itu lebih terdengar seperti menakut-nakuti. Mungkin karena kondisi emosi bumil yang tidak stabil, jadi kemungkinan terburuk tindakan yang harus diambil untuk bayi saya yang bidan jelaskan telah berhasil membuat saya stress. Sesampainya di rumah, tangis saya tumpah, suami menenangkan. Mamah kasih nasihat, santai saja, katanya, emang belum waktunya lahir, kok. Nanti juga bayinya ngajak sendiri. Nasihat itu seperti menguap di udara.

Periksa dokter kandungan dan USG
Tidak selesai sampai disitu. Malamnya saya memenuhi anjuran bidan, USG di salah satu RS di Cikampek. Saya lupa berapa nomor antriannya, yang pasti saya pasien terakhir malam itu. Jam 11 malam baru dipanggil dan di ruang tunggu sudah tak ada siapapun selain saya dan suami. Bumil sudah kucel, capek, dan yang pasti sudah bedmood. Untuk kedua kalinya, saya merasakan apa yang diomongin dokter kandungan tak lebih seperti yang diucapkan bidan tadi sore. Dokternya terkesan galak dan menyalahkan saya. Dia nanya soal hasil USG pertama kali, saya bilang gak punya laporannya, waktu itu saya USG bidan di Serang. Dokternya sedikit marah, katanya USG apaan di bidan? USG harusnya di dokter kandungan bla bla bla. Ketika saya bilang pernah juga USG di puskesmas, saya menyebutkan nama dokter yang USG pada saat itu. Eh dokternya malah nilai kalau dokter itu mah gak bagus, masih mending dokter ini (membandingkan dua nama dokter yang bekerja di puskesmas tersebut). Saya makin stress saat dokter bilang, kayaknya ibu gak memenuhi makanan yang dianjurkan untuk ibu hamil (saya merasa cukup makan dan nutrisi saar hamil). Ah, intinya saya diomelin dokter. Finally, dokter memutuskan saya untuk segera ambil tindakan induksi karena hasil USG menyatakan air ketuban dalam rahim saya sudah berkurang. 

Apa Itu Induksi?
Dilansir dari laman aladokter.com, induksi adalah proses untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi alami terjadi dengan tujuan mempercepat proses persalinan. Prosedur ini tidak dapat dilakukan sembarangan karena mengandung lebih banyak resiko dibandingkan dengan persalinan normal. Mereka yang menjalaninya sebaiknya mendapat informasi selengkapnya tentang alasan, prosedur, dan resiko yang mungkin dihadapi.
Mengapa harus induksi?
Tindakan induksi tentu tidak boleh sembarangan dilakukan. Hal-hal berikut yang mengharuskan ibu hamil melakukan proses induksi atau mempercepat persalinan dengan cara diberi perangsang:
1. Kondisi medis ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes. Dalam kondisi ini induksi menjadi pilihan agar ibu tetap bisa diselamatkan.
2. Ibu hamil menderita sakit herpes biasanya sebelum HPL akan disarankan untuk mempercepat persalinan, salah satunya dengan proses induksi.
3. Adanya kondisi yang dapat membahayakan janin apabila terlalu lama berada di dalam kandungan, seperti air ketuban sedikit, hambatan pertumbuhan pada janin, kehamilan lewat bulan, dan pergerakan janin melemah.
4. Selaput ketuban pecah waktu lahir yang dapat meningkatkan resiko infeksi.
5. Kehamilan lewat bulan (41 minggu atau lebih 7 hari dari HPL). Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko komplikasi pada bayi. Karena semakin lama bayi di dalam kandungan dikhawatirkan plasenta tidak mampu lagi memasok nutrisi untuk bayi, karena plasenta hanya mampu bertahan sampai akhir minggu ke-42.

Menyiapkan mental
Setelah diskusi panjang dengan suami dan dibumbui drama-drama menjelang persalianan, mau tidak mau saya harus memutuskan. Penginnya sih ngikutin yang dibilang mama, "orangtua jaman dulu banyak yang lahirannya usia kandungan 10 bulan, alhamdulillah sehat-sehat ibu dan bayinya, emang kalau belum waktunya brojol mah ya gak akan brojol." tapi saya juga percaya dengan ilmu kedokteran. Jika saya tetap mempertahankan untuk tidak segera melahirkan bayi saya, padahal air ketuban sudah sedikit, resikonya adalah keselamatan bayi dalam kandungan saya. Dengan menyiapkan mental dan terus berdoa, sorenya saya memutuskan untuk diinduksi di salah satu RS di kota saya. Sempat bingung juga memilih RS yang mana, karena sebelumnya saya tidak pernah kontrol kehamilan di RS, melainkan di bidan karena niatan awal lahiran di bidan dekat rumah. Tapi qodarullah, Allah adalah perencana dan penentu paling baik, saya percaya itu..

Komentar

  1. Pernah ngrasain induksi juga mba.. Kasusnya kurang cairan ketuban. Tapi sakitnya luar biasa...endingny...SC aku mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin itu yg terbaik ya mba. Yg penting ibu dan bayi selamat :)

      Hapus
  2. Kondisi ibu melahirkan memang individual, tak bisa disamakan satu dg yg lainnya sehingga menyiapkan mental itu tepat banget dan wajib. Aku dulu udah nunggu 10 bulan juga nggak brojol kok, dirangsang jg gak bisa pdhl udah pecah ketuban smp ijo, akhirnya operasi.

    BalasHapus
  3. Yang penting sehat ibu dan bayi Mbak..apapun caranya mungkin itu sudah jalannya..
    Saya hamil tiga kali, anak pertama lahir-13 hari meninggal, anak kedua lahir spontan/pervaginam dan terakhir sectio..
    Selamat atas kelahiranmputra/putrinya yaa...:)

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah aku nggak pernah diinduksi, mba. Tapi jika ada ibu hamil yang harus diinduksi mungkin ini yang terbaik untuk ibu dan bayinya ya mba.

    BalasHapus
  5. Anakku pertama rasain pakai induksi, perut rasanya luarbiasa mules. Tapi nggak lahir2. Anak kedua ketiga nggak lahir alami aja

    BalasHapus
  6. Mksh mbk informasiny. Sekrang aku msh program hamil mbk...

    BalasHapus
  7. Aku pernah induksi mba. Dan ga berhasil, ga ada mules sedikit pun. Akhirnya terpaksa sesar, karena bayi dalam kandungan udah lemah kondisinya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Oleh-Oleh di Singapura, Ini yang Bisa Kamu Bawa Pulang ke Indonesia

Salah satu hal yang identik dengan liburan adalah oleh-oleh. Meski bukan hal yang wajib, tapi kalau kata orang sunda mah oleh-oleh  sokan jadi arep-arepeun   nu di imah (jadi hal yang ditunggu-tunggu orang rumah)   dan   rasanya sayang kalau tidak membawa oleh-oleh khas dari suatu negara seperti Singapura. T-shirt I Love Singapure Sumber gambar: bacaterus.com Bingung mau bawa apa dari Singapura? Gantungan kunci atau t-shirt rasanya sudah biasa! Beberapa pilihan berikut ini mungkin bisa jadi ide berburu oleh-oleh nanti. Sumber: singaporetales.co.uk Keramik Yang satu ini oleh-oleh untuk diri sendiri, bisa dipajang di rumah sebagai tanda sudah pernah pergi ke Singapura . Keramik di Singapura sudah lama terkenal dengan kualitasnya yang bagus, dengan motif yang paling banyak dicari adalah gambar Merlion yang menjadi simbol Singapura. Bak Kwa (sumber: detik.com) Bak Kwa Makanan ini sejenis dendeng daging, dengan rasa yang unik dan pastinya lezat. Da...

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba...

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...