Langsung ke konten utama

Ketika Aku Kembali

foto dari sini

Ba'da maghrib tepat dua bulan yang lalu, langkahku tergopoh dari pintu rumah menuju arah tenggara. Sebuah mushola dengan kubahnya yang tak simetris itu menyambutku dengan riak celoteh lugu anak-anak kampung. Hanya butuh waktu dua menit menggapai tempat itu dengan berjalan kaki. Menyusuri gang sempit dan beberapa belokkan saja dari rumah.

Sesampainya di sana, laki-laki setengah baya, bersarung dan surban di pundaknya melemparkan senyum padaku. Mempersilahkanaku masuk ke dalam ruangan dengan puluhan anak. Celoteh mereka memadati ruang tersebut. Membuat laki-laki itu meninggikan suara. Mengalihkan perhatian agar aku bisa memperkenalkan diri.

Aku tersenyum. Ada yang tengah aku kenali dalam ruangan itu. Kaca-kaca yang mendominasi dinding, jam dinding dengan motif kaligrafi, dan pemandangan di kanan-kiri ruangan tersebut yang tak banyak berubah. Ya, tak banyak berubah kurun waktu 13 tahun yang lalu. Hanya saja beberapa bagian direnov dan dimodif sehinggaterlihat lebih modern.

Aku kenal dengan suasana riuh itu. Aku kenal dengan lantainya yang dingin. Aku kenal dengan tembok dan kaca ruangan itu. Ingatan mengantarkanku pada cerita masa kecil, saat aku mulai mengeja a ba tha tsa di tempatku berdiri. Usiaku baru lima tahun saat itu, SD pun belum. Kemudian mulai meninggalkannya ketika menginjak usia baligh, 13 tahun silam.

Aku kembali, bisikku pelan. Ada embun yang membendung di ujung mataku. Anak-anak di ruangan itu antusias dan penasaran atas kedatanganku. Aku bergeming, menarik napaspanjang dan mulai memperkenalkan diri. Bukan sebagai santri baru di mushola, tapi sebagai calon pengajar.

Ya, aku kembali. Menginjak tempat pertama yang mengajarkanku baca-tulis Al-Qur'an, tempat dimana aku menghapal rukun islam, rukun iman, dan fardu wudhu.

Aku kembali dan tersadar, betapa sudah terlalu lama aku pergi dan hampir tak ingat untuk pulang. Sudah terlalu lama pergi sehingga tak banyak anak-anak kampungku sendiri yang mengenaliku. Aku pulang, setelah13 tahun pergi..

Aku kembali, mushala Murshidul Fallah..

Cikampek, 11 April 2016
Tepat dua bulan yang lalu. Untuk kenangan usia 5-13 tahunku.

Komentar

  1. kata pulang itu emang misterius ya

    BalasHapus
  2. Aku suka ceritamu.

    Terkadang, kita pergi memang untuk kembali...

    BalasHapus
  3. Dulu belajar sekarang mengajar....

    Bakal panjang amalnya itu, Mbak... :)

    BalasHapus
  4. jadi inget Masjid tempat aku ngaji
    Inget mushola juga, soalnya aku ngaji di tiga tempat hehehe
    masa kecil yang selalu menyenangkan.

    BalasHapus
  5. kembali menjejak tempat bersejarah dlm hidup sering memberi rasa yg mengesankan

    BalasHapus
  6. setiap jejak perjalanan akan membawa kisah dan kenangan, semangat bumil lina :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Oleh-Oleh di Singapura, Ini yang Bisa Kamu Bawa Pulang ke Indonesia

Salah satu hal yang identik dengan liburan adalah oleh-oleh. Meski bukan hal yang wajib, tapi kalau kata orang sunda mah oleh-oleh  sokan jadi arep-arepeun   nu di imah (jadi hal yang ditunggu-tunggu orang rumah)   dan   rasanya sayang kalau tidak membawa oleh-oleh khas dari suatu negara seperti Singapura. T-shirt I Love Singapure Sumber gambar: bacaterus.com Bingung mau bawa apa dari Singapura? Gantungan kunci atau t-shirt rasanya sudah biasa! Beberapa pilihan berikut ini mungkin bisa jadi ide berburu oleh-oleh nanti. Sumber: singaporetales.co.uk Keramik Yang satu ini oleh-oleh untuk diri sendiri, bisa dipajang di rumah sebagai tanda sudah pernah pergi ke Singapura . Keramik di Singapura sudah lama terkenal dengan kualitasnya yang bagus, dengan motif yang paling banyak dicari adalah gambar Merlion yang menjadi simbol Singapura. Bak Kwa (sumber: detik.com) Bak Kwa Makanan ini sejenis dendeng daging, dengan rasa yang unik dan pastinya lezat. Da...

Yang Tersayang Memang Gak Boleh Sakit

Beberapa hari ini hujan terus, sampai-sampai cucian tiga hari gak kering-kering. Bukannya gak bersyukur. Hujan kan rahmat ya. Tapi kalau curah hujannya tinggi dan turun dalam waktu yang lama jadi khawatir juga kan. Sebetulnya ada hal yang lebih saya khawatirkan dibanding cucian, perubahan cuaca kadang bikin orang-orang gampang sakit. Apalagi kalau sistem imunnya gak bagus ditambah gaya hidup yang gak teratur. Ngomongin gaya hidup yang gak teratur, yang saya inget pertama kali adalah suami. Soalnya kan suami biasa ‘ngalong’ alias kerja malam, sering begadang, dan makannya juga suka gak teratur. Terlebih saya dan suami hubungan jarak jauh, beliau pulang ke rumah setiap akhir pekan. Jadi kesempatan saya buat ngerawat dan ngingetin ini-itu ke suami juga terbatas, paling cuman lewat whatsapp dan telpon. Saya selalu ngerasa kalau orang-orang terdekat sakit itu enggak enak, bukan semata-mata kita jadi repot ngurusin. Tapi rasa khawatirnya itu lho. Gak tega kan lihatnya. Bener ba...

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...