Langsung ke konten utama

Catatan Awal Kehamilan

Jangan tanya bagaimana rasanya mengetahui bahwa dalam perut kita ada 'seseorang yang lain'. Bagi saya itu sama seperti bentuk nyata dari merasakan cinta dan kasihnya Allah. Selebihnya rasa bahagia yang tak mampu digambarkan dengan sketsa apapun. Tak dapat diungkapkan dalam kalimat dialog manapun. Dan tak bisa dilihat dengan pandangan sebening kaca pun.

Cinta Kami dimulai

Bapak menyerahkan tanggung jawab anak gadisnya yang ketiga pada seorang pria yang tak pernah beliau kenal dekat sebelumnya. Lewat ijab-qobul pada 9 Oktober 2016, pukul 11 siang. Di antara riuh tamu undangan yang mulai kepanasan menanti bapak penghulu yang datang terlambat satu jam dari jadwal yang telah disepakati sebelumnya.

Semenjak hari itu saya telah menjadi seorang istri. Suami saya, Muhamad Jaeni, seorang editor bahasa di salah satu media nasional yang berkantor di Jakarta. Sedangkan saya, seorang guru full day scholl di salah satu Sekolah Alam di kota Pangkal Perjuangan.

Sang 'Batu' Membangun Cinta

Percaya atau tidak, beberapa teman bilang kalau saya 'batu'. Keras kepala. Mungkin termasuk dalam hal cinta. Saya akui kalau saya bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta. Namun sulit melupakan sekalinya sudah terjerembab dalam jeratannya, tersungkur tak berdaya. Namun jika benar saya 'batu', maka pria yang menikahi saya adalah tetesan air. Dengan caranya ia akan mampu membuat sang batu luluh. Dan kami bersama menciptakan bentuk baru pada sang 'batu'. Kemudian, berdua kami bangun cinta.

Kami berharap dan Dia mengabulkan

Dua pekan setelah menikah, suami menyarankan saya untuk melakukan tes kehamilan menggunakan tespack.
"Badanmu anget." katanya sambil memelukku.
"Masa? Iya gitu?" tanya saya sambil memastikan suhu tubuh sendiri.
Belakangan kami memang sering membincang soal tanda-tanda kehamilan. Dalam beberapa artikel yang kami baca, naiknya suhu tubuh merupakan salah satu tanda kehamilan. Karena omongan suami itu akhirnya membuat saya ge-er. Memang kami sepakat untuk tidak menunda memiliki keturunan. Ikhtiar dan doa tak lupa kami panjatkan seusai shalat dan waktu mustazab dikabulkannya doa.
Siangnya sebelum berangkat ke stasiun, suami mengantar membeli tespack di apotik. Saya gunakan keesokan paginya. Hasilnya? Saya tersenyum geli. Negatif! Mungkin terlalu dini kami menagih doa. "Woi, nikahnya aja baru dua minggu! Sabar dong!" umpat saya dalam hati.
"Tunggu sampai terlambat haid kali ya, a.." tulis saya di pesan whatsapp yang dikirim ke suami. Oia, kami LDR. Suami di Jakarta dan saya masih aktif ngajar. Kami bertemu setiap akhir pekan. Mungkin kisah LDR kami akan saya tulis pada kesempatan yang lain :D

Dua pekan setelah tespack yang pertama saya dan suami beli alat tes kehamilan lagi. Memang baru tiga hari haid saya telat dari jadwal seharusnya. Tapi telat tiga hari bagi pasangan yang tak sabar menanti kabar baik tentu sangat berarti. Keesokan paginya saya bangun sebelum adzan subuh berkumandang, suami masih terlelap. Teringat petunjuk pemakaian alat tes kehamilan, bahwa hasil akan lebih akurat jika digunakan pagi hari. Saat mencelupkan tespack ke air seni, mata saya tak sedikitpun berpaling dari alat tersebut. Dengan penuh harap saya ingin segera menyaksikan perubahan garisnya. Dan ternyata tak perlu menunggu lama, hanya dalam hitungan detik tespack sudah menunjukan hasilnya. Dua garis merah! Huaaa..masyaAllah. Positif?!!!
gambar dari sini

Saya keluar kamar mandi dengan rasa bahagia yang membuncah. Membuka pintu kamar dan memandang wajah suami yang baru saja terbangun. Saya tunjukkan alat tespack dengan dua garis merahnya pada dia. Ah, coba kalian bayangkan bagaimana ekspresi calon ayah itu? Hm..istrinya bahagia sekali melihat senyumnya. Hehe..

(Bersambung)

Komentar

  1. Coba pas senyum gitu difoto, Lin. Nanti ditunjukkan pada si dedek bayi saat dia sudah besar ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...

Mengisi Waktu Luang dengan Belajar Bahasa Inggris

Ada banyak cara untuk menghabiskan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat, diantaranya bisa melakukan hobi, mengasah kemampuan, atau melakukan hal-hal yang belum pernah dicoba sebelumya. Jika kita beralasan malas keluar rumah untuk melakukan hal-hal tersebut, saat ini dengan kecanggihan teknologi kita dapat melakukannya secara online . Salah satunya adalah belajar bahasa Inggris online , hal ini bukan tidak mungkin untuk dilakukan.  Belajar bahasa Inggris online bisa dilakukan dengan otodidak ataupun dengan bantuan profesional seperti guru bahasa Inggris di tempat kursus. Kita bisa menganalisisnya terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan, jika dirasa memiliki biaya yang cukup dan juga waktu yang cukup untuk belajar sesuai jadwal yang ditentukan oleh tempat kursus, kita bisa memakai jasa tersebut untuk memperlancar kemampuan dalam berbahasa Inggris.  Jika kita memilih untuk belajar bahasa Inggris secara otodidak karena mempertimbangkan biaya yang cukup banyak akan...

Resensi Novel Rengganis Altitude 3088

Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Terbit: Agustus 2014, Cetakan Pertama Jumlah Halaman: 232 Hal ISBN: 978-602-1614-26-6 Cover Novel Rengganis Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur. Pandangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa. Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilang...