Langsung ke konten utama

Rengginang Eyang, Sebuah Revolusi Ketan

BELAKANGAN ini heran lihat teman-teman di satu komunitas yang hobi banget kulineran. Hampir tiap malam kalau nongol di grup whatsapp obrolannya gak jauh dari “Kuliner dimana malam ini, Bro?” Awal-awal sih sempet tertarik buat ikut nongkrong di tempat makan pilihan mereka atau blusukan Karawang buat cari tempat makan yang katanya rekomended. Tapi lama-lama kalau dipikir boros juga ya kulineran mulu. Apalagi mereka rata-rata cari tempat makan enak yang tentunya berbanding lurus sama harganya yang segambreng. Bikin pengin nangis kalau lihat isi dompet. Da aku mah apa atuh, hanya bubuk Rengginang *Nangis di pojokan sambil peluk lutut* eh, apa tadi, bubuk Rengginang? Hm..

Ngomongin Rengginang jadi inget lebaran. Biasanya H+ sekian setelah lebaran, tiba-tiba kaleng biskuit keluarga isinya berubah bentuk jadi Rengginang. Tanya si Mamah dengan santai ngejawab, “Oh, musim lebaran emang banyak yang jualan biskuit palsu. Makanya hati-hati kalau beli sesuatu, apapun itu. semuanya serba dipalsukan, termasuk rengginang.” Wew, itu sih akal-akalannya si mamah aja. Buahahahhh..

Tapi beneran deh, kalau ngomongin soal makanan tradisional asli Indonesia yang satu itu, berdasarkan kesoktahuan penulis nih,  banyak pemuda yang ngerasa kok gak elit banget gitu ya makan Rengginang. Makanan jadul. Makanan emak-bapak-nini-aki. Hihihi.. belagu banget ya pemuda. Padahal ba’da lebaran pas kue nastar dan opor ayam habis, si pemuda diem-diem ngemil Rengginang di kamar sendirian. Takut ketahuan gebetan. Alamak XD

Namun pada akhirnya sodara-sodara, pernyataan yang menyatakan kalau Rengginang adalah makanan orang tua kini tertepis sudah. Hal itu terjadi semenjak kehadiran produk makanan yang memiliki tageline #revolusiKetan ini menghadirkan Rengginang dalam kemasan yang berbeda. Berbeda dalam hal penyajian/packaging maupun dari varian rasanya.
Awalnya saya penasaran pas salah satu rekan guru nawarin Rengginang Eyang. What? Apa tadi Rengginang Eyang? Tuh kan dari namanya aja ada eyang-eyangnya, jadul kan? XD hahaha.. akhirnya nyobain deh beli satu bungkus yang rasa pedas. Harganya lumayan terjangkau, tiga belas ribu perbungkusnya (90 gr). Pas dilihat penampakannya, waaaa... packagingnya keren juga nih. Terus pas dilihat isinya... lah, mini banget rengginangnya. Ini sih namanya Rengginang anaknya, atau Rengginang cucunya, bukan Rengginang Eyang. Hehe. Pas dicoba rasanya.. satu biji habis, hm... dua tiga empat lima.. eh gak kerasa satu bungkus habis sendiri. Hihihi. Dan rasanya ternyata enak. Karena selama ini kan biasanya makan Rengginang ya gitu-gitu aja rasanya.

Setelah dikepoin, ternyata Rengginang Eyang ini ada tujuh varian rasa. Original, keju, ayam panggang, pizza, pedas, dan super pedas. Wah, jadi penasaran nih pengin coba rasa yang lain.

Dari situ mulai penasaran kan dan akhirnya coba searching di medsos. Ketemu lah instagramnya. Eh, ternyata produksinya itu di Karawang, kota dimana saya tinggal sekarang. Duh, jodoh deh sama Rengginang Eyang.

Nah, cuman mau kasih tahu aja sih. Kalau masih susah cari Rengginang Eyang padahal kamu udah ngiler banget pengen nyobain lezatnya, kontak aja teman saya yang satu ini. Doi bos Rengginang Eyang untuk wilayah Cikampek dan Sekitarnya loh.. (red: reseller).

Hm.. Semenjak ada Renginang Eyang, kita selaku anak muda jadi malu pernah bilang kalau makanan tradisional itu tua, jadul, gak gaul, dll. Maafkan hamba ya Allah.. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Tentang Hujan

Sebuah Catatan KM.2* Pagi masih teramat buta dan aku gegas dalam jagaku sesubuh ini. Merasakan irama tetesan yang mampir keroyokan di ladang hidupku. Aku menengadahkan dagu, menatap rintik lewat lubang rengkawat yang orang bilang sebagai jendela sederhana milik keluarga kami. Kupandangi gelap subuh yang bercahaya, tetesan hujan yang tersorot lampu rumah seberang. Aku bertanya, kapan hujan usai? Kubuka handphone, seseorang bertanya tentang kotaku yang semalaman diguyur hujan. Pertanyaan dari pesan masuk yang aku tanggapi hanya dengan diam. Termenung.  Sambil terus menatapi tetes demi tetes cinta-Nya yang tak kunjung reda. Barangkali menggambarkan suasana hati. Hati siapa entah. Sejenak teringat agenda hari ini, Taman Baca Keliling (TBM) di KP. Tentunya buku-buku itu tak akan pernah mampu berdamai dengan basah, bukan? Aku tak cukup waktu untuk mengambil keputusan membatalkannya, kegiatan yang betapa lampau kami impi dan cita-citakan. Bukan sekedar itu malahan, kami memban...

Mengisi Waktu Luang dengan Belajar Bahasa Inggris

Ada banyak cara untuk menghabiskan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat, diantaranya bisa melakukan hobi, mengasah kemampuan, atau melakukan hal-hal yang belum pernah dicoba sebelumya. Jika kita beralasan malas keluar rumah untuk melakukan hal-hal tersebut, saat ini dengan kecanggihan teknologi kita dapat melakukannya secara online . Salah satunya adalah belajar bahasa Inggris online , hal ini bukan tidak mungkin untuk dilakukan.  Belajar bahasa Inggris online bisa dilakukan dengan otodidak ataupun dengan bantuan profesional seperti guru bahasa Inggris di tempat kursus. Kita bisa menganalisisnya terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan, jika dirasa memiliki biaya yang cukup dan juga waktu yang cukup untuk belajar sesuai jadwal yang ditentukan oleh tempat kursus, kita bisa memakai jasa tersebut untuk memperlancar kemampuan dalam berbahasa Inggris.  Jika kita memilih untuk belajar bahasa Inggris secara otodidak karena mempertimbangkan biaya yang cukup banyak akan...

Resensi Novel Rengganis Altitude 3088

Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Terbit: Agustus 2014, Cetakan Pertama Jumlah Halaman: 232 Hal ISBN: 978-602-1614-26-6 Cover Novel Rengganis Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur. Pandangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa. Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilang...