Bismillah. Assalamu’alaium warahmatullahi wabarokatuh.
Salam hormat, Pak Jokowi.
Salam hormat, Pak Jokowi.
Sebelumnya perkenalkan, nama saya Lina Astuti.
Warga negara Indonesia biasa. Seorang pendidik di salah satu SD Alam di daerah Karawang dan masih kuliah semester 6 di jurusan Pendidikan Sejarah UNINDRA. Saat ini saya diamanahi menjadi ketua FLP (Forum Lingar Pena) cabang Karawang, sebuah organisasi pengkaderan penulis. Amanah ini diberikan bukan semata-mata saya paling pandai menulis di banding yang lainnya, sungguh saya masih sebatas belajar menulis, toh tulisan saya juga masih berupa tulisan sederhana yang tak jarang menuai penolakan media. Kecintaan saya akan menulis diawali dari hobi saya yang suka bertukar kabar dan cerita lewat surat, karenanya saya mempunyai beberapa sahabat pena semenjak SMA. Walaupun demikian, sebelumnya tak pernah terpikirkan untuk menulis surat untuk Bapak. Untuk seorang pemimpin negeri, yang tentu mempunyai seabreg agenda yang lebih penting dibanding hanya sekedar membaca surat dari saya. Tapi keinginan menulis surat untuk bapak Presiden meluap, ketika saya terjun langsung menjadi relawan sebuah gerakan sosial, nama gerakannya adalah Aku Berdonasi dengan event Sejuta Pensil Warna yang acara puncaknya jatuh pada tanggal 8 Maret kemarin.
Sekedar informasi untuk bapak, kampung kelahiran saya—Karawang, kota lumbung padi yang kondisinya sekarang seakan disulap menjadi kota industri ini adalah salah satu dari 13 kota penyelenggara event Sejuta Pensil Warna. Kegiatannya mengumpulkan pensil warna atau crayon dari donatur, untuk kemudian didonasikan kepada anak-anak yang membutuhkan di daerah marginal. Tidak hanya sampai di situ, inti gerakan ini sekaligus untuk mengkampanyekan delapan kecerdasan majemuk. Bahwa setiap anak mempunyai kecerdasannya masing-masing, mulai dari kecerdasan musical, interpersonal, logical, bodily-kinesthetic, naturalis, linguistic, dan visual.
Relawan Aku Berdonasi Karawang, setelah beberapa kali survey SD marginal yang akan menjadi lokasi event kami, akhirnya menjatuhkan pilihan pada SDN Makmur Jaya 3, sebuah SD negeri marginal yang berada di kecamatan Jayakerta, sebuah kecamatan pemekaran dari Rengasdengklok, sebuah daerah yang namanya dicatatkan dalam sejarah sebagai kota pangkal perjuangan negeri ini.
Asal Bapak Presiden yang terhormat tahu, tentu bukan tanpa alasan kami memilih SD tersebut sebagai lokasi event puncak gerakan kami. Jum’at 27 Februari 2015, sebuah media lokal memuat berita tentang sekolah ini. Di halaman lima koran itu, sebuah tulisan dengan judul “Siswa Belajar di Teras” melengkapi berita harian koran tersebut. SD Negeri ini hanya memiliki tiga ruangan kelas, Pak, dengan fasilitas yang super minim; tanpa WC, tanpa perpus, ruang guru yang disekat dengan ruang kelas satu dan bangunannya mengkhawatirkan. Meski bagi saya pribadi maupun sebagai seorang pendidik, tidaklah masalah melihat anak-anak belajar di teras, toh di sekolah tempat saya mengajar juga anak-anak biasa belajar di teras kelas, di emperan masjid, di halaman sekolah, bahkan di hutan belakang sekolah, tapi tentu karena konsep Alam yang sekolah tempat saya mengajar terapkan mendukung itu semua (seperti yang sudah saya jelaskan di atas, saya mengajar di Sekolah Alam). Tapi saya bicara dengan konteks yang berbeda, Pak. Saya berbicara tentang sekolah dasar negeri, yang fasilitasnya disediakan oleh negara. Bolehlah siswa-siswi SDN Makmur Jaya 3 cemburu (saya tidak bisa menyebutkan kata iri) pada sekolah-sekolah percontohan yang—masya Allah bangunannya bukan cuman layak, tapi megah. Kenapa, Pak? Apa karena SD-SD tersebut berada di pusat kota? Sedangkan sekolah SD Makmur Jaya 3 berada di gang sempit becek dan bangunannya berdesakan dengan rumah warga, yang jika hujan turun kubangan menggenang di halaman sekolah ini.
Pak Jokowi yang saya hormati, saya mengerti jikalau bapak tidak tahu banyak tentang SD yang saya maksud di atas. Perihal siswa-siswi SDN Makmur Jaya 3 yang belajar di teras kelas ini sudah berlangsung selama lima tahun, Pak. Memang jauh sebelum bapak terpilih menjadi presiden. Selama lima tahun itu pula, bukan hanya media lokal yang mempublikasikan kondisi SD tersebut lewat berita, beberapa TV nasional juga pernah meliputnya. Namun tanggapan dari pemerintah? Masih jauh dari harapan siswa-siswi, pendidik, dan orang tua murid. Dan sekarang giliran saya yang menuliskan ini, bukan bermaksud lancang, tapi hanya mencoba menyuarakan mimpi-mimpi sederhana siswa-siswi SDN Makmurjaya 3 yang saya dan teman-teman relawan Aku Berdonasi temui kemarin. Yang dari binar mata mereka sungguh berbicara tentang rindu, rindu belajar dengan nyaman, rindu belajar dengan tenang. Juga sekaligus menyampaikan salam pengabdian dari bu Lilis dan beberapa guru yang mengajar di sana, saya merasakan getaran hebat dari genggam erat dan pelukan hangat bu Lilis. Saya belajar banyak hal, tentang perjuangan sekaligus penerimaan yang baik dari beliau.
Saya bersama Fredy Setiawan (koordinator relawan AB Karawang), dan kawan-kawan relawan lainnya, dari awal diselenggarakan sampai berakhirnya event Sejuta Pensil Warna ini masih percaya, bahwa pasti ada keajaiban yang menyertai perjuangan kita. Dan tentu, selalu ada cara untuk jadikan bangsa ini lebih baik lagi.
Surat dari saya ini, anggap saja sebagai pengantar dari puluhan surat yang ditulis anak-anak SDN Makmurjaya 3 di zona kecerdasan bahasa event Sejuta Pensil Warna kemarin. Surat yang ditulis oleh tangan-tangan kecil yang bermimpi besar, meski bahasanya masih sangat sederhana serta kepolosan menghiasi setiap goresan kata-kata mereka.
Alhamdulillah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Lina Astuti
Cikampek, 09 Maret 2015
1. Surat dari Mala, kelas 4:
Untuk bapak Jokowi Dodo Presiden Republik Indonesia
...saya mohon sekolah ini direnovasi dan dibangun kembali kelas-kelasnya.
untuk kelas 4, 5, 6 agar tidak belajar di teras.
2. Surat dari Sarip, kelas 5:
Pak tolong dong, semua buku di Indonesia geratisin. Pak Presiden yang baik, tolong dong kirimin buku ke MJ III soalnya buku di MJ III kurang.
Tolong dong Pak Presiden yang baik.
Tolong ya bapak presiden yang baik.
3. Surat dari Mila:
Kapan Bp Presiden datang ke Makmur Jaya 3?
Makmur Jaya 3 ruangnya jelek, kapan dibangunnya?
Di SD Makmur Jaya 3 karena tidak ada ruangannya, cuma ada tiga ruangan.
(sampaikan kepada BP.Jokowi Dodo)
Komentar
Posting Komentar